Kepemimpinan adalah proses memimpin, memanage, mengatur, menggerakkan dan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi, dan sebagainya. Kepemimpinan juga bermakna suatu values atau
nilai yang sulit diukur karena berhubungan dengan proses kejiwaan, hal
ini berhubungan dengan kepemimpinan sebagai kewibawaan. Dalam
kepemimpinan selalu ada pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara
pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin harus
memiliki sesuatu yang lebih daripada yang dipimpin, pemimpin adalah
teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya.
Hindu mengajarkan dalam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai berikut. “apa yang membuat Raja senang bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang Raja”. Implikasi
dari pernyataan ini bahwa tujuan dan makna kesuksesan sebuah proses
kepemimpinan adalah apabila tercipta kesejahteraan bagi seluruh anggota
organisasi, bahkan lebih luas adalah kebahagiaan dunia (sukanikang rat).
Sejarah kepemimpinan Hindu
selalu menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan dari Dewa.
Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki
sifat-sifat kedewataan. Sifat-sifat kedewataan adalah menerangi (dev = sinar), melindungi (bhatara: pelindung), pemelihara (visnu: pemelihara).
Oleh sebab itu tidak mengherankan jika para Raja terdahulu di Jawa
misalnya, Sri Airlangga digambarkan sebagai perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu Kencana). Garuda adalah simbol pembebasan, simbol kemerdekaan, bahwa seorang pemimpin harus dapat membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan ke-duka-an. Wisnu
adalah simbol pelindung, pemelihara Maha Agung, yang mampu melindungi
seluruh rakyat dari segala ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman
dan tenteram bagi masyarakat. Sementara itu, Kencana adalah simbol
kewibawaan, kemegahan, kekayaan, inilah kelebihan yang harus dimiliki
oleh seorang Raja, yaitu bala (kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas),
jika seorang pemimpin tidak memiliki ini semua maka dia akan
ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk itu dalam makalah singkat ini akan
dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai etika kepemimpinan.
B. ASTA BRATHA
Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak
dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam Manawadharmasastra
dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa
di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Di samping itu ajaran Asta Brata juga
terdapat dalam Itihasa Ramayana, yaitu pelajaran Sri Rama kepada
Wibhisana pasca kekalahan Alengka dalam perang Rama-Rahwana. Kedelapan
sifat Dewa dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Indra Brata
Dewa Indra adalah Raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran dimana di sana adalah simbol kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita).
Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya
hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan
Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh
lawan maupun kawan.
Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra
dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan
adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok
tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya
sandang dan perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra
adalah simbol kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir,
berkata, dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga
aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus diterapkan oleh
pemimpin dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya.
Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa
perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin
haruslah menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari
luar atau pemberontak, melainkan musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa
seorang Raja haruslah mampu mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang
ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.
- Yama Brata
Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan
nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia.
Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa
manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum
semua kesalahan manusia, penjaga neraka. Dalam cerita Lubdhaka misalnya, Dewa Yama berebut dengan Dewa Siwa untuk membawa Sang Lubdhaka ke neraka karena menganggap Lubdhaka penuh dosa, walaupun akhirnya dibatalkan oleh Dewa Siwa karena Sang Lubdhaka adalah pemujanya.
Dewa Yama adalah seorang pengadil yang
tidak pernah pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang
tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah sifat yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memberikan keadilan kepada
rakyatnya. Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan
dengan memberikan reward and punishment secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.
- Surya Brata
Surya atau Matahari adalah sinar
Mahaagung, daripadanya segala kehidupan mungkin bertahan dan
berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagadraya tanpa kecuali.
Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa
Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi
seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat
adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah
menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti.
Demikian dicontohkan oleh Sinar Matahari yang menyinari/memanasi air
laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan menjadi hujan, dan
air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa
matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis
mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin
dengan yang dipimpin.
- Candra Brata
Candra atau Bulan adalah Dewa yang
menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap
kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan
rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari. Keduanya, antara
sisi gelap dan bulan selalu berdampingan karena Bulan tidak pernah hadir
saat siang, dia selalu hadir saat malam.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama,
seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat kesusahan
menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi
kelurahan, seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staff
atau warga kelurahan dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka
atau setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental kepada yang
sedang tertimpa kesusahan. Di samping itu, Bulan juga menyimbolkan sinar
kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan kesejukan bagi rakyatnya.
Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi
rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan Candra Brata
adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang
menimpa rakyat.
- Bayu Brata
Bayu atau angin selalu memenuhi ruang,
tidak ada satupun ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan
kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan satupun
ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya dengan seorang
pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca seluruh
pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah
memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.
- Kuwera Brata
Kuwera dalah Dewa kekeyaaan. Dalam hal
kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu
tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari penampilannya.
Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah yang
justeru menimbulkan gap antara pemimpin dan yang dipimpin.
Penampilan, tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam
etika Hindu yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
di mana penampilan seperti itu harus hadir.
- Baruna Brata
Baruna adalah dewa laut, laut adalah
simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang
dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori malahan
mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah pikiran seorang
pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung semua
kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan
kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga
semua menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa
rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan
memberikan bimbingan terus menerus kepada mereka sehingga nantinya
menjadi orang baik. Demikianlah sifat laut yang harus diteladani oleh
seorang pemimpin.
- Agni Brata
Agni atau api bersifat membakar. Dalam
hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat
untuk maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang lebih baik.
Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan teladan-teladan
kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan
organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan
dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan, misalnya mengadakan role play, refreshing, dan sebagainya yang pada dasarnya melepaskan semua kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik.
Demikianlah kepemimpinan Astra Brata yang menjadi landasan kepemimpinan dan Etika Hindu. Selanjutnya dalam kakawin Ramayana dijelaskan bahwa pemimpin yang sempurna adalah wruh ring weda (tahu akan sastra-sastra suci dan pengetahuan lainnya), bhakti ring dewa (beriman kepada Tuhan), tarmalupeng pitra puja (tidak melupakan leluhur, jasa-jasa pemimpin terdahulu), masih ring swagotra kabeh (welas asih pada sesama manusia).
0 komentar:
Post a Comment
Mari kita saling berkomentar. Jika kalian suka dengan artikel ini, ayo kita "Share" untuk membagikan informasi ini kepada sobat yang lain agar lebih bermanfaat. Terima kasih, Salam Blogger . . .